Label

Selasa, 29 April 2014

A Lecturer in My point of view


Seorang dosen baru saja keluar dari sebuah ruangan kelas, sepertinya dia baru saja menyelesaikan proses belajar mengajar di kelas itu. Namun beberapa saat kemudian seorang mahasiswa diikuti mahasiswa lainnya keluar dan terlihat lega seperti seorang narapidana yang baru saja dibebaskan dari hukuman penjara. Dari gerak gerik dan mimik wajah mereka saya sudah bisa menebak bahwa mereka merasa tertekan dan terbebani jika diajari dosen tersebut. Saya bisa memaklumi mengapa mereka demikian karena dosen tersebut yang tidak mungkin saya sebutkan namanya ( sebut saja dia bunga hahaha ) merupakan dosen yang ditakuti atau yang biasa di kenal Dosen Killer. Lha ? kenapa bilang killer ? memangnya dia pernah makan orang? (hahaha). Dulu waktu saya masih seorang mahasiswa baru, para suhu dikampus (senior semester tua yang sok tahu) memperingati kami siapa siapa saja dosen yang harus di waspadai. Mendengar hal tersebut otomatis kami takut dan percaya karena kami sebagai warga baru belum mengetahui seluk beluk informasi tentang kampus itu. Setelah menerima info tersebut saya menjadi takut dan was-was jika saya mendapat jadwal mata kuliah yang di pegang oleh dosen yang sudah di blacklist tersebut.

Setelah kegiatan belajar mengajar telah aktif dan rutin, saya kaget karena mendapatkan jadwal mata kuliah yang di handle oleh salah satu dosen yang diblacklist tersebut. Ketika telah sampai pada hari H-nya, seisi kelas tegang karena takut kena semprot ketika salah menjawab pertanyaan dari dosen. Karena perasaan tertekan ini seakan-akan pengetahuan dan ide kami terbelenggu dan tidak bisa dikeluarkan bila beliau bertanya terhadap kami. Karena diam saja pastilah si dosen marah karena ia berfikir kita tidak memperhatikan penjelasan yang telah ia berikan. Jujur pada semester awal perkuliahan saya merupakan mahasiswa yang malas dan sangat minim motivasi untuk belajar. Saat matakuliah dimulai saya sering duduk di tempat paling belakang bersama nyamuk-nyamuk kelas. Seperti yang kita ketahui pada umumnya seorang guru atau dosen yang katanya killer memfokuskan pandangannya pada siswa-siswa yang duduk dibagian belakang dan jika ditanyai kemudian yang ditanya tidak tahu pasti kena semprot + malu. Di karenakan sering kena pertanyaan dari dosen, saya putar otak, saya mencoba duduk dibangku paling depan meskipun mokad (modal nekad). Namun hal itu tidak berhasil juga karena saya telah menjadi TO alias Target Operasi (hahaha). Pada suatu ketika teman saya kena giliran menjadi korban pertanyaan si dosen, karena ekspresi gugupnya si fulan, saya tertawa (ala kuda) ditambah lagi si fulan menjawab dengan jawaban ngawur suara saya menjadi makin keras sehingga teman-teman saya memberanikan diri untuk tertawa. Si dosen yang awalnya ingin memarahi teman saya menjadi tertawa dan tidak jadi memarahinya malah si dosen memberikan nasihat secara halus. Sejak kejadian itu kami menjadi akrab dengan dosen itu dan suasana belajar kami tidak kaku seperti dulu.

Setelah 3 semester berlalu saya masuk ke semester 4, dan parahnya ada dua orang dosen (yang ini lebih ganas) lagi dari blacklist mengajar di kelas kami. Saya sedikit takut tapi saya kembali menerapkan strategy di semester 1 silam. Saat mata kuliah Phonology dimulai saya memberanikan diri duduk didepan dan tanpa persiapan otak, eh tau taunya dosen yang satu ini suka bertanya sama siswa yang duduk didepan. Selama satu semester saya merasa tersiksa karena setiap hari ada tugas yang menurut saya tidak mudah ditambah lagi deadlinenya 5 jam setelah mata kuliah berakhir ( pulang kampus jam 4, deadline jam 9 malam), namun saya sadar semua ini dikarenakan saya tidak belajar, malas, dan tidak memenuhi ekspetasi si dosen sehingga kena semprot dan merasa bahwa belajar itu bagaikan neraka. Karena standar yang diberikan dosen yang tinggi serta antusiasme saya dalam mata kuliah yang diajarkannya sangat minim, nilai saya menjadi jelek dan saya menjadi dendam sama beliau ( jangan ditiru ).

Semester 5 Saya merasa terpuruk, tapi belenggu malas masih melingkar dileher saya, di tambah lagi saya mendapatkan dosen yang sama lagi dan kali ini dia mengajar 2 mata kuliah yang susah ( memang dia selalu meng-handle mata kuliah cabang linguistics ) yaitu grammar dan morphology. Ah saya seperti hidup di gurun tanpa setetes air, ada beberapa teman-teman saya yang program 2 mata kuliah angker itu sama dosen yang lebih soft. Saya menjadi bingung, apakah saya harus menghadapi dia lagi ? konsekuensinya saya akan mendapatkan nilai jelek dan merasakan hari-hari di camp militer (lebay) atau lari dari kenyataan dan program mata kuliah di kelas lain. Setelah terombang ambing di tengah 2 pilihan yang menentukan hidup ini (sahhh), saya memutuskan untuk menghadapi dia lagi, saya tidak ingin menjadi pengecut.

Waktu menunjukan jam 13.00 siang, saya mulai gelisah karena saya sungguh tidak memiliki bayangan bagaimana sih mata kuliah morphology itu. Dosen saya pun masuk, dia mulai mengajar, saya yang duduk didepan mulai berkonsentrasi untuk memahami materi pelajaran. Setelah diberikan penjelasan saatnya sesi pertanyaan. Si dosen mau menguji kompetensi kami, saya berharap dia tidak bertanya kepada saya, namun si dosen bilang " Semua akan kena giliran ya ", putus harapan saya mendengar kalimat itu. Setelah seluruh orang yang duduk didepan telah mendapat giliran interogasi, hanya saya sendiri dari deretan depan yang belum mendapat giliran, dia pun bertanya kepada saya, dan saya pikir pertanyaan itu gampang, namun setelah saya memberikan jawaban keningnya mengkerut pertanda jawaban saya kurang tepat, karena saya tidak mampu menjawab sesuai harapannya. Maka keluarlah satu kata yang mungkin menurut kalau anda mendengarnya rasanya itu tidak terlalu menyakitkan. Entah mengapa saya merasa sakit setelah mendengar kata itu, saya terdiam dan sangat malu karena tidak mampu menjawab setelah saya mengetahui jawabannya sangatlah sederhana. Setelah itu saya hanya diam sepanjang kegiatan belajar mengajar sementara teman-teman saya sudah mulai menjawab soal-soal . Tiba-tiba si dosen menegur saya lagi, "ayo .., kok diam saja ?", dari kata itu saya menangkap kalau si dosen juga sudah merasa tidak enak karena sudah berkata demikian karena ia melihat saya hanya diam saja sejak insiden itu.


Sepanjang jalan pulang menuju rumah, kata itu terus terngiang di kepalaku, saya merasa dipermalukan, seperti ingin berteriak sekeras-kerasnya ( gila donk ?).Sesampai di rumah pun saya terus memikirkan hal itu, rasa malu , sedih, dan dendam bercampur aduk menjadi satu. Lalu saya berfikir ingin membalas dendam itu dengan caraku sendiri, saya tidak mau terhina lagi kemudian saya ambil beberapa lembar kertas HVS lalu saya tulis kembali semua materi dan contoh-contoh latihan soal yang telah di ajarkan di atas kertas, kemudian saya tempel kan di tembok kamar saya agar saya bisa terus membacanya di sela-sela waktu luang . Pada pertemuan berikutnya, saya masih memikirkan hal yang terjadi minggu kemarin, tiba-tiba si dosen memanggil saya dan menanyakan kembali materi pertemuan kemarin, alhamdulilah saya bisa menjawabnya, selama mata pelajaran hari itu dia lumayan sering memberikan pertanyaan pada saya dan saya bisa menjawabnya sesuai dengan keinginan dosen dan saya juga sering menjawab jika ia memberikan pertanyaan yang agak sulit. Tiap pertemuan dia tidak pernah lupa memberikan pertanyaan kepada saya, saya tahu dia sedikit kaget dengan perubahan saya dan ia penasaran apakah itu hanya kebetulan ? ataukah saya menyiapkan pelampung?. Saya rasa semua dosen juga berlaku demikian, itu pertanda bahwa mereka peduli dengan mahasiswanya ia ingin melihat perkembangan kita. Selama semester 5 saya melakukan kegiatan memenuhi dinding kamar dengan materi dan tidak lupa pula membaca kembali materi yang telah di ajarkan saat pulang ke rumah. 

Ketika hasil ujian final morphology , phonology II dan grammar keluar, saya sedikit tidak percaya karena mendapatkan hasil memuaskan. Tidak hanya itu dosen-dosen yang kata killer di kelas lain ketika mengajar di kelas saya tidak seperti apa yang mereka katakan, itu karena meskipun kami sering ngelawak otak kami tidak kosong karena kami tahu kapan harus serius kapan harus bercanda (haha). Dosen menjadi pemarah dan killer itu di sebabkan oleh mahasiswa itu sendiri yang tidak memperhatikan mata kuliah, malas, serta menciptakan sendiri suasana yang tegang saat belajar semua tergantung bagaimana mahasiswanya. Selain itu saya mendapatkan pelajaran lain dari kejadian ini, motivasi itu tidak harus dari motivator terkenal, karena motivasi itu bisa datang dari mana saja, seperti saya , mungkin jika Allah tidak memberikan hidayah lewat dosen tersebut, sampai sekarang pun saya akan menjadi mahasiswa malas. Saya bersyukur mengalami hal itu, saya jadi ingat sebuah kalimat mutiara. "Belajar itu adalah karunia meskipun rasa sakit adalah gurumu". Jadi , jika kau tidak bisa menyukai siapa yang mengajar, cobalah cintai apa yang dia ajar, saat kita antusias dan enjoy , ilmu pasti akan mudah dipahami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar